Mahasiswa tingkat akhir jurusan akuntansi, menjelang sidang akhir skripsi s1 sambil menempuh beberapa ujian seleksi beberapa perusahaan. Itu lah kondisi saya ketika menulis tulisan ini. Hasil dari diskusi yang cukup menarik, dan sempat kepikiran dan menjadi sebuah cara pandang.
Idealisme, sebuah bentuk kondisi ideal yang akan memberikan manfaat maksimal terhadap diri dan lingkungan. Kecukupan kebutuhan, kelayakan gaya hidup, hidup dengan status klas tertentu. Keinginan-keinginan kehidupan dunia yang mewah, berkecukupan dan serba ada.
Ekspektasinya, seorang akuntan, pendidikan s1, bekerja di perusahaan bonafid atau perusahaan asing yang memberikan jaminan finansil untuk memenuhi semua kebutuhan keseharian, menjadi kebanggaan ketika menemui calon mertua, status sosial di masyarakat. Cara pandang terhadap lulusan akuntansi katanya akan cerah dalam perekonomian, akan memiliki peluang lebih besar sukses finansialnya, satu step lebih dalam memilih kantor pekerjaan. Itulah cara pandang yang beredar di masyarakat, dan yang paling terasa adalah dari orang tua.
Harapan besar orang tua terhadap calon sarjana pertama di keluarga, walaupun kaka dan adik pun sedang kuliah s1. Tapi tetap saya yang pertama akan beres insya allah. Setelah beres luliah ini lah yang menjadi obrolan berikutnya.
Betul saya ingin untuk bisa bekerja sesuai dengan studi saya selama empat tahun di kuliah, ingin bekerja dibidang yang saya minati tapi seharusnya tidaklah pantas kita batasi rizki kita hanya pada hal seperti itu ya kan?
Rizki adalah hal yang melekat pada seseorang sama seperti kematian dan jodoh, sudah Allah tentukan di awal sebelum adanya kehidupan kita. Tidak akan tertukar, tidak akan dirugikan sedikitpun karna Allah maha adil. Menjadi seorang auditor di KAP terkenal, bekerja di Bank Indonesia, bekerja di BUMN pertamina misal atau biofarma, ya semuanya hebat tapi bukan itu yang menunjukan kemuliaan kita bukan?
Hanya ingin menshare saja, awalnya saya terkurung dalam ijazah, dalam profesionalisme, gengsi dalam mencari rizky Allah. Ternyata semua telah terbongkar saat ini, bersyukur deh.
Prinsipnya, Allah lah yang memberi rizky... Kenapa kita harus khawatir.
P.s. Buat orang tua (saya dan calon saya kalo ada) : saya bukan siapa-siapa, belum bisa bawa apa-apa, belum jadi apa-apa, dan ga tau bakal bisa berbuat apa. Saya masih berikhtiar saja.
Sipp, setuju.
BalasHapusObrolan orang dewasa, beda yang mau segera melamar anak orang mah :D
Semangat kang!! (y) lanjutkan..
Teh mia... Hahaha.. Lanjutkan melamar? Maap loh, bukan itu konteks obrolan. Teh mia ini tampaknya lulus nikah nih. Aciee.. :))
BalasHapusIya lanjutkan aja atuh kang, nunggu apa lagi coba kalau sudah yakin dan calonnya sudah ada mah B)
BalasHapusIya konteksnya ketangkep ko, semangatt !!!
Tak ada yang perlu dikhawatirkan memang, selama kita masih menjadi hamba yg taat mah :)
Seluruh semesta dan isinya Allah persembahkan untuk kita ko, para mu'min yang hebat :D
Haha... bisa jadi.. :P
asli ini curhatan terdalam ente lang.. :D
BalasHapusTeh mia emang mantap.. Mangga teh lnjutkan, :)
BalasHapusDari yang terdalam ieu mah ris... :')
BalasHapusLanjutkan apanya??
BalasHapus(tidak memulai ko,,)
Daleeemmm...
BalasHapus